Ruang Kolaborasi – Modul 1.1 – Penugasan Kelompok

Ruang Kolaborasi (Kelas 11.121.SULSEL_Nasran) Jum’at, 21 Juni 2024. Jam 13.45 – 18.00 WITA

Hari Jumat siang, 21 Juni 2024, telah berlangsung diskusi di ruang kolaborasi yang difasilitasi oleh Bapak Nasran, dengan pengajar praktik Bapak S. Abdul Aziz dan Ibu Nurhudayana Ridwan. Diskusi ini dihadiri oleh sepuluh peserta yang terdiri dari Bapak Erwin, Ibu Fatmawati, Ibu Irmawati, Ibu Mursidah, Bapak Andi Irham, Bapak Andi Lukman, Bapak Ismail Rahman, Saya Muchlis Sulemang, Ibu Novita, dan Ibu Nur Wahyuni. diskusi ini berlangsung dari pukul 13.45 hingga 18.00 WITA, bertujuan untuk membahas pentingnya kolaborasi dalam menggali dan mengimplementasikan nilai-nilai kearifan budaya lokal dalam pendidikan.

Tema utama diskusi adalah bagaimana ruang kolaborasi dapat menjadi sarana bagi kami calon guru penggerak mengenali dan menguatkan karakter peserta didik melalui nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah asal khususnya di kota Makassar. Salah satu fokus yang diangkat adalah pemikiran Ki Hajar Dewantara (KHD) yang menekankan pentingnya pendidikan yang berpihak pada murid, serta relevansi nilai-nilai seperti “Sipakalebbi” (saling menghargai), “Sipakainge” (saling mengingatkan), “Siri Na Pacce” (penanaman budi pekerti), “Sipakatau” (saling memanusiakan), dan “Sombere” (ramah) sebagai pilar penguatan karakter peserta didik di kota makassar.

Dalam diskusi, kami dibagi menjadi 2 kelompok untuk mendalami kekuatan konteks sosio-kultural di kota Makassar dan bagaimana hal tersebut sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara. hasil diskusi di kelompok kami menunjukkan bahwa nilai-nilai seperti gotong royong dan kebersamaan yang sangat dijunjung tinggi di kota Makassar dan dapat menjadi dasar yang kuat untuk menerapkan pendekatan pendidikan yang lebih humanis. kami sepakat bahwa kearifan lokal ini tidak hanya relevan dalam konteks pendidikan formal, tetapi juga dalam interaksi sosial sehari-hari, membentuk generasi muda yang memiliki rasa tanggung jawab terhadap masyarakat. Selain gotong royong hasil diskusi kelompok kami juga menyinggung prinsip “Sombere” yang menekankan sikap ramah dan inklusif. Dengan mengedepankan nilai ini, diharapkan akan tercipta lingkungan belajar yang nyaman dan mendukung, di mana setiap peserta didik merasa dihargai dan termotivasi untuk berkontribusi.

Refleksi dari diskusi ini menunjukkan bahwa penerapan nilai-nilai budaya lokal dalam pendidikan dapat memperkaya pengalaman belajar dan memperkuat hubungan sosial di masyarakat. Dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip Ki Hajar Dewantara, pendidikan saat ini diharapkan dapat lebih responsif terhadap kebutuhan lokal, memberdayakan generasi muda untuk menjadi individu yang tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki karakter yang kuat dan berintegritas.

Kesimpulannya, diskusi ini menegaskan pentingnya kolaborasi antar pendidik dan pemangku kepentingan dalam mengembangkan pendidikan yang relevan dan kontekstual. Melalui penguatan nilai-nilai kearifan lokal, diharapkan akan lahir generasi yang mampu menghadapi tantangan masa depan, sekaligus menjaga dan melestarikan budaya daerah. Implementasi nilai-nilai ini dalam pendidikan bukan hanya akan membentuk karakter peserta didik, tetapi juga akan memperkuat ikatan sosial di masyarakat, menciptakan lingkungan yang harmonis dan produktif.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Indonesian
Exit mobile version